Selesai Diperiksa Terkait Korupsi Pertamina, Ahok Malah Bahas soal E-Katalog



Selesai Diperiksa Terkait Korupsi Pertamina, Ahok Malah Bahas soal E-Katalog

JAKARTA,- Anekafakta.com

Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menyampaikan tentang pentingnya e-katalog buatan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk ekspor-impor minyak.

Ahok menyampaikan ini setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina subholding dan KKKS tahun 2018-2023.

"Saya dari dulu ngotot bikin LKPP. Semua ada supply hair stock, tapi bukan satu pemenang. Kita pengen pakai standar e-katalog sehingga tinggal beli," kata Ahok di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.

Ditegaskan Ahok, bila Pertamina sejak lama mau mengikuti apa yang disampaikannya, negara tentu bisa punya stok minyak hingga enam bulan, bahkan satu tahun.

Bila stok minyak bisa sampai satu tahun, Ahok yakin ketahanan energi negara bisa selalu terjaga.

"Stok ketahanan energi Indonesia bisa mungkin enam bulan sampai setahun," ujar dia.

Tanpa stok minyak yang cukup, maka negara akan selalu kesulitan bila perusahaan pemenang tender tak bersedia mengirim minyak bila harganya sedang turun.

Harga minyak lagi rugi, dia (perusahaan pemenang tender) enggak mau kirim. Kelabakan kita, padahal pemenang tender," ujar mantan gubernur Jakarta itu.

Karena itu, Ahok ingin pemerintah dan perusahaan membangun tangki-tangki untuk menampung cadangan minyak milik negara. Ini tentu akan berguna bila negara membutuhkan stok minyak.

Bila stok yang cukup, perusahaan penyedianya boleh mengekspor kembali minyak tanpa dikenakan pajak.

"Makanya, saya pengen siapapun mau bisnis minyak di Indonesia. Kita punya tanah luas. Anda bangun tangki atau kami bangun tangki. Anda titip. Boleh diekspor kembali, enggak kena pajak," katanya.

Menurut Ahok, meski rencan ini sudah disetujui oleh Menteri Keuangan, tetapi sampai saat ini belum juga dilaksanakan.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta.

Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Selain itu, Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun.
Rinciannya, yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT atau Broker sekitar Rp2,7 triliun.

Terdapat pula kerugian impor BBM melalui DMUT atau Broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

Kejagung melakukan pengembangan dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat. Satu di antara lokasi geledah di rumah saudagar minyak Mohammad Riza Chalid.

Sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah:

1. Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga

2. Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
 
3. Yoki Firnandi (YK), Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping

4. Agus Purwono (AP), VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International

5. Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa.

6. Dimas Werhaspati (DW), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim

7. Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak

8. Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat & Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

9. . Edward Corne, VP Trading at PT Pertamina Patra Niaga.(**)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama