Sudah Sejahterakah Dosen di Indonesia?



Sudah Sejahterakah Dosen di Indonesia? 

Jakarta,Anekafakta.com

 "Profesi dosen adalah profesi yang mulia, tidak hanya mampu menyangga kehidupan tapi juga mampu menciptakan SDM-SDM unggul Indonesia. Untuk menjadi negara maju, tidak ada alternatif lain selain salah satu tugas pemerintah adalah memajukan pendidikan Indonesia, mensejahterahkan para dosen dan para guru sebagai garda depan menciptakan SDM-SDM unggul dan berkualitas." tegas Ketua Umum Asosiasi Dosen Indonesia (ADI), Prof. Mohammed Ali Berawi,M,Eng,Sc., Ph.D. pada jumpa pers di Gedung Enginering Center Fakultas Teknik UI, Depok 23 Februari 2024.

Indonesia saat ini memiliki rencana untuk menjadi Indonesia maju Indonesia emas di tahun 2045. Untuk menjadi negara maju yang berdaulat ini salah satu yang terpenting adalah sumber daya manusia. Peningkatan dan pencetakan manusia manusia unggul Indonesia ini tentunya tidak lepas dari sistem pendidikan yang ada di Indonesia, baik pendidikan tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Merespon berkembangnya diskusi mengenai kesejahteraan dosen, tentu harus meletakkan dalam konteksnya.

Jumlah dosen di Indonesia berdasarkan data statistik BPS tahun 2022 mencapai 316.912. Jumlah ini terdiri terbagi dalam dua kategori, yaitu 108.630 dosen yang bekerja di perguruan tinggi negeri (PTN) dan 208.282 di perguruan tinggi swasta (PTS).

Untuk dosen PTN gaji pokok mengikuti gaji PNS, sedangkan dosen di PTS banyak sekali ditentukan oleh kebijakan dari perguruan tinggi swasta tersebut. Namun, jika menilik kebijakan dari UU No. 13 tahun 2023 yang lalu, gaji dosen swasta sebesar Upah Minimun Provinsi (UMP). Jadi seyogyanya kalau mengikuti tahun 2023, maka gaji dosen tidak boleh dibawah UMP, terlepas dari dosen PTN atau PTS.

Jika menilik perbandingan gaji dosen di Indonesia dan negara-negara Asean, ternyata cukup bervariatif. Contoh negara yang paling tinggi menghargai kerja dosen adalah Singapura yang rata-rata mendapat gaji Rp 100.000.000 dan Philipina Rp 10.000.000. Kalau tugas dosen adalah Tri Darma : Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat, maka data menunjukkan untuk alokasi anggaran research and developt penelitian itu sendiri, dibandingkan Produk Domestik Bruto (GDP) sebuah negara, memang Indonesia menunjukkan tren yang cukup positif yang menunjukkan adanya peningkatan dana penelitian.


Namun, karena Indonesia baru saja bergabung dengan Organization for Economic Cooperation & Development) justru baru diketahui kalau negara-negara tersebut justru menghabiskan lebih dari 2,4% dari GDP mereka untuk R&D. Bahkan Korea Selatan dan Israel memiliki dana penelitian mencapai 4% dari GDB negara.  Sedangkan posisi Indonesia sendiri baru mampu berada di kisaran angka 1%. Karena itulah Indonesia masih membutuhkan penguatan-penguatan dan pengembangan dalam penelitian.

 
Inisiati dan program kerja yang sudah dilakukan Kemenristekdikti sejauh ini sudah sangat baik. Misalnya ada dana penelitian dengan skema dana yang kompetitif (Competitive Fund) sebesar 1,2 triliun rupiah pada tahun 2022 untuk dosen-dosen di Indonesia. Sedangkan untuk dosen pemula sendiri, Dikti sudah menyediakan alokasi sebesar 100 miliar untuk mendukung 10.000 dosen, dimana masing-masing dosen rata-rata mendapat 10 juta rupiah per tahun. Ini pun baru bisa didapatkan setelah melalui skema kompetitif yang ketat.

Di lain pihak, peningkatan kompetisi dosen ini juga menjadi sebuah perhatian yang cukup serius mengingat dosen adalah salah satu unsur pendidik yang melahirkan SDM-SDM unggul. Dan untuk melahirkan SDM unggul tentu sebuah hal yang perlu mendapat dukungan serius dari pemerintah agar dosen benar-benar fokus mengajar dan melakukan penelitian.

LPDP sendiri sebagai pengelola dana abadi beasiswa pada akhir 2023 mengelola sekitar 139 triliuan rupiah, dimana dana ini berupa dana proyek penelitian dan beasiswa untuk SDM-SDM yang melanjutkan pendidikan, baik di dalam maupun di luar negeri.

"Tugas kami sebagai pengurus adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan, kuantitas dan kualitas dan perlindungan dosen." jelas Prof. Armai Arif. Berbicara tentang kualitas dosen, ke depannya dosen harus bergelar S3, bukan lagi S2 mengingat bahwa jumlah Profesor di Indonesia baru 2% dari total keseluruhan jumlah dosen, sedangkan standar minimal profesor minimal 10%.


Terkait dengan isu tagar #JanganJadiDosen yang saat ini viral di platform X, maka Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) menganalisa dan mengeluarkan beberapa strategi dan rekomendasi bagaimana agar Indonesia memiliki keberpihakan didalam memajukan SDM Indonesia.

1. Perlunya peningkatan kesejahteraan dosen melalui peningkatan produktifitas. Skala pengukurannya jika seseorang menjadi dosen otomatis dosen juga harus produktif menciptakan, mengembangkan, dan membagi ilmu pengetahuan tersebut. Tentu hal ini memerlukan insentif produktifitas. Semakin produktif maka semakin besar pula intensif yang diberikan kepada dosen tersebut. Adapun intensif tersebut diberikan pada dosen melalui publikasi-publikasi ilmiah, baik buku, jural, produk, dan HAKI.



2. Peningkatan intensif untuk penelitian, baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain berbasis kompetisi, penelitian ini juga berbasis afirmatif mengingat konteks penelitian di Indonesia sangat beragam. Ada penelitian yang menciptakan ilmu baru, ada juga penelitian yang masih dalam mengimplementasikan ilmu dan teknologi yang sudah ada.



3. Perlunya penguatan kuantitas dan kualitas untuk sistem pendukung kinerja dosen. Dalam hal ini diperlukan peningkatan dukungan untuk sertifikasi dosen. Karena dosen adalah tenaga profesional yang kinerjanya diukur dari sertifikasinya, maka peningkatan alokasi Serdos ini perlu diperhatikan pemerintah.



4. Untuk peningkatan kompetensi maka diperlukan kerjasama yang lebih intens, baik universitas pembina maupun universitas yang dibina, misal Universitas Indonesia dengan universitas luar negeri. Dengan adanya dosen yang berasal dari luar negeri, maka ada beasiswa yang memang diperuntukkan untuk luar negeri dan atau cukup dalam negeri namun dengan supervisor dosen luar negeri. Jika dihitung dengan pembiayaan tentu hal ini sangat efisien. Konsekuensinya akan mampu meningkatkan alokasi yang akan diletakkan dalam pos pembelajaran lainnya, misalnya menambah sarana dan prasarana fasilitas laboratorium.



5. ADI melihat untuk mengurangi jarak (gap) antara fasilitas kampus yang satu dengan yang lainnya, pemerintah diharapkan akan mengambil dan mendukung salah satu komponen terpenting dalam sistem pendidikan, yaitu perpustakaan. Selama ini biaya untuk mengakses jurnal-jurnal dan buku-buku berkualitas dengan standar internasional, akan sulit dilakukan oleh perguruan tinggi yang memiliki dana terbatas. Maka dari itu diharapkan pemerintah dapat membangun digital library per daerah, maka sleuruh universita dan mahasiswa dapat mengakses ke perpustakaan tersebut. Digital Library sangat membantu perkembangan pendidikan karena dana yang seharusnya digunaka untuk digital library, dapat dialihkan untuk memberikan intensif lebih pada para dosen untuk peningkatan penelitian.



6. Administratif lebih dimudahkan hanya dengan menggunakan satu platform yang mampu memenuhi semua kebutuhan.

Pemerintah juga harus terus meningkatkan monev pada perguruan tinggi dan swasta, agar hak-hak dosen dapat dilakukan dengan baik.


7. ADI juga melihat bahwa tantangan-tantangan ini juga sudah perlu disesuaikan dengan perkembangan kemajuan zaman. Contoh, tunjangan dosen fungsional yang selama ini mengacu pada Perpres 2007 yang artinya sudah 17 tahun belum mengalami perubahan. Sebagai organisasi dosen pertama dengan pengalaman selama 26 tahun, ADI hadir menjadi katalisator dalam peningkatan mutu dosen dan berperan aktif dalam kegiatan pengembangan mutu pendidikan dan sumber daya manusia sekaligus menggalang kemitraan dengan berbagai pihak. 

Melalui konsep Kampus Merdeka, dosen diharapkan dapat lebih mudah berkolaborasi dengan industri yang mana alokasi insentif diatur oleh Kementerian Perindustrian.

Kiki H/Red

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama