Mengulik Lebih Dekat, Sejarah Daol Combo Di Sampang



Mengulik Lebih Dekat, Sejarah Daol Combo Di Sampang

SAMPANG, Anekafakta.com - 

Daol Combo merupakan musik Tradisional khas Kabupaten Sampang Madura Jawa Timur

Musik Tradisional khas Sampang untuk membangunkan warga masyarakat saat Sahur pada Bulan Ramadhan ini Dinilai sebagai musik Tradisional karena secara history prosesnya berawal dari kegiatan membangunkan warga masyarakat saat Sahur hingga sekarang, demikian juga dinilai mengandung unsur ciri khas Kabupaten Sampang karena peralatan dan irama yang dilantunkan berbeda dengan musik Patrol (untuk membangunkan Orang yang hendak Sahur) dari Daerah lain

Dianggap berbeda dengan Daerah lain pula karena Musik Daol ini melibatkan banyak personil yang berkeliling keluar masuk perkampungan dengan menggunakan peralatan inti seperti Kendang, Ketipung, Jidor, Ecek ecek (Deep), Seruling serta Corong terbuat dari bahan aluminium (Seng) untuk vokalisnya, sedangkan musik yang dilantunkan berirama Melayu mendayu dayu (sekarang dangdut-red) 

Sehingga Daol Combo ini layak dinyatakan sebagai musik Tradisional karena berawal dari proses Tradisi dan merupakan ciri khas Sampang

Berdasarkan refrensi yang diperoleh Biro Anekafakta Sampang, embrio musik Tradisional membangunkan Orang Sahur itu mulai muncul pada  tahun 1960, seiring perkembangannya mulai banyak Kampung yang memunculkan sehingga dikenal dengan nama "Ur Saur", Pemunculan Kesenian " Ur Saur" di sejumlah Kampung seperti Pandiyen (jalan Delima), Kajuk (jalan Pemuda), Tapsiun (Garuda), Kampong Masegit (jalan Cempaka dan sekitarnya) serta Juklanteng (jalan Permata) ini ada yang diinisiasi oleh para Pemuda setempat dan ada pula oleh Ormas NU maupun Ormas lainnya

Di era tersebut sempat terjadi perbedaan pandangan dalam pemanfaatan peralatan, ada yang melarang menggunakan Seruling dan ada juga yang membolehkan

Pada era tahun 1970 - 1972, dengan mulai maraknya musik Tradisional "Ur Saur", menginspirasi para Pemuda dan Perantau di Sampang untuk menggelar Lomba yang dilaksanakan sebelum Hari Raya Idul Fitri, peralatan yang digunakan saat itu mulai ada perkembangan seperti Kendang, Jidor, Seruling, Ecek ecek (Sek kesek/Dep), Acordion dan Corong terbuat dari Seng

Karena belum ada mesin listrik berjenis Genset, saat dilombakan para Peserta menggunakan obor dan Petromak (Storking) dan musik yang dilantunkan berima Melayu (kuno) mendayu dayu

Sejak digelarnya Lomba "Ur Saur" oleh Pemuda dan Perantau ini berubah istilah dari "Ur Saur" menjadi "Ul Daul", konon awal mula munculnya perubahan istilah ini ada dua versi, ada yang mengatakan berasal dari ucapan orang yang mempunyai keterbatasan berucap (loklak-madura) yang menyebut " Ur Saur" dengan "Ul Daul dan versi lainnya terinspirasi  dari salah satu Group Gambus yang ada di Pamekasan

Pada era 1973 - 1975 pagelaran Lomba " Ul Daul" dilanjutkan oleh Komunitas para Pemuda di Sampang dan diteruskan oleh Pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) setempat 

Masa keemasan "Ul Daul" terjadi saat pagelaran tiap tahun yang selalu digelar sebelum Idul Fitri itu digelar oleh KNPI, banyak Group "Ul Daul" bermunculan dan tidak hanya diikuti oleh Group dari Kampung tetapi banyak muncul Group lain dari berbagai Komunitas maupun Ormas

Dengan konsep yang sama, pagelaran tahunan yang sebelumnya digelar oleh KNPI ini dilanjutkan oleh Anak Kabupaten (AKA) Komunitas Kepemudaan di jalan Wijaya Kusuma, Merak, Gelatik dan sekitarnya yang dulu dikenal sebagai area Kabupaten (Alun alun), bahkan istilah "Ul Daul" dimodifikasi menjadi "Daul Combo"

Puncak keemasan dan kejayaan Musik Tradisional khas Sampang yang diinisiasi pagelarannya oleh AKA ini terjadi hingga tahun 1981, dimasa itu Lomba yang ditunggu tunggu oleh masyarakat Sampang menjadi perhatian warga masyarakat Pamekasan

Tidak hanya ikut menonton Lomba Daol Combo, namun banyak juga Group asal Pamekasan yang menjadi langganan Peserta Daol Combo di Sampang

Jaman keemasan Daul Combo ini mulai pudar di era tahun 1985 an, bahkan Pemerintah Daerah sempat memvakumkan adanya Daol Combo, berbagai pertimbangan Pemerintah Daerah saat itu karena sering terjadi cekcok berujung perkelahian akibat saling provokasi antar Group saat latihan diluar area perkampungan dan berpapasan di jalan Raya (jalan Trunojoyo - Monumen), pertimbangan berikutnya maraknya praktek perjudian dan taruhan saat Lomba sehingga dianggap merusak nilai dan kekhusyukan ibadah Ramadhan

Dampaknya, kondisi kevakuman ini membalikkan kenyataan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan yang mulai getol menyelenggarakan  Lomba yang sama justru memancing Group Daul di Sampang ikut menjadi Peserta karena di Sampang vakum Perlombaan selain Group Kontemporer asal lokal Pamekasan 

Sehingga dengan sekejap keberadaan musik Tradisional di Pamekasan mengalami perkembangan cukup pesat dari aspek Dekorasi, Aransemen maupun kolaborasi alat yang digunakan termasuk juga eksistensi musik Kontemporernya

Namun dengan vakumnya Lomba Daol Combo ini tidak menyurutkan semangat para pecinta dan pelaku  yang ada di masing masing Kampung, walaupun dilarang namun eksistensi Daul Combo tetap berlangsung sesuai fungsinya

Hingga akhirnya pada tahun 1992 an, dengan didasari oleh kecintaan kepada musik Tradisional khas Sampang serta kerinduan untuk tampil dalam ajang perlombaan, para pecinta dan pelaku termasuk pemerhati mendesak Pemerintah Daerah maupun sejumlah Stakholder menggelar Lomba, waktu itu desakan dan usulan tersebut di akomodir dengan catatan pelaksanaannya di gelar setelah Hari Raya Idul Fitri, itu terjadi hingga sekarang

Musik Tradisional Kontemporer (Dug dug) asal Pamekasan yang awalnya hanya sebagai Bintang Tamu dan Peserta, pada era 2007 - 2009 mulai diperlombakan khusus selain Lomba Daul Combo di event yang sama

Sejak itulah bermunculan Group Daul Dug dug di Sampang hingga saat ini, dimasanya sempat terjadi perbincangan sengit karena dengan munculnya  musik Kontemporer Daul Dug dug ini telah dianggap menggerus keberadaan musik Tradisional Daul Combo khas Sampang

Bahkan yang lebih menyakitkan, di dalam Katalog Seni dan Budaya yang diterbitkan oleh salah satu Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) setempat yang dianggap masuk Kesenian Tradisional Sampang adalah Daul Dug dug dan sama sekali tidak menyebut Daul Combo

Tak ayal Isi dari Katalog tersebut sempat memantik emosi dan protes dari pecinta, pelaku dan pemerhati Daul Combo, sehingga Pemerintah Daerah saat itu membijaki dengan merevisi buku Katalog Seni dan Budaya yang diterbitkan salah satu OPD tersebut dan tetap menggemakan dua musik Tradisional dengan pertimbangan Daul Combo sebagai musik Tradisional asli Sampang sedangkan Daul Dug dug khas Madura walaupun banyak yang menilai lebih bernuansa Bali maupun Mudara Timur (Bondowoso, Probolinggo, Banyuwangi dan sekitarnya) 






Hingga sekarang pun kedua musik Tradisional tersebut terus berkembang dan menjadi ikon perlombaan/Parade yang dikenal dengan Daul Combodug

Paparan ini hanya sekedar refrensi yang diperoleh dari berbagai sumber, tidak dalam rangka membakukan secara history, namun masih diperlukan penelusuran yang lebih mendalam dari kekurangan maupun kesalahan baik dari sisi proses maupun penyebutannya

Masih dalam suasana Idul Fitri, Kabiro Anekafakta mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 H/ 2024 M, Mohon Maaf Lahir dan Bathin. (Imade)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama