Gerakan Pemuda Ka'bah Sebut, Vonis 11 Tahun Penjara Peringatan Keras 



Gerakan Pemuda Ka'bah Sebut, Vonis 11 Tahun Penjara Peringatan Keras 

ANEKAFAKTA.COM,MAGELANG, --  Hasil Sidang  Putusan di Pengadilan Negeri  Mungkid. Vonis 11 tahun penjara yang dijatuhkan terhadap Amin Zaenuri alias Asmuni, pengasuh pondok pesantren di Tempuran, Magelang, menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak. 

Salah satunya datang dari tokoh masyarakat dan perwakilan Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK) Aliansi Tepi Barat Pujiyanto alias Yanto Pethuk's yang selama ini aktif mengawal kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan pesantren.

"Bagi kami, vonis 11 Tahun adalah peringatan keras bagi para pengasuh pondok pesantren lainnya. Ini bukan sekadar angka, tapi simbol bahwa keadilan masih bisa ditegakkan di tengah dominasi kekuasaan yang kerap disalahgunakan," ujar Yanto Pethuk's didepan Awak Media Selasa (29/7).

Yanto selaku perwakilan GPK Aliansi Tepi Barat mengungkap, bahwa kasus seperti ini bukan yang pertama di Kabupaten Magelang. 

Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir, sudah ada tiga kasus serupa yang mencoreng dunia pendidikan pesantren, termasuk di Magelang.

" Dalam beberapa tahun terakhir, sudah ada tiga kasus serupa yang mencoreng dunia pendidikan pesantren " terang Yanto.

"Orang tua menitipkan anak ke pesantren untuk dididik akhlaknya, bukan untuk dizalimi," lanjutnya dengan nada gemas. 

Ia juga menyebut bahwa banyak pengasuh pesantren, yang oleh masyarakat dihormati layaknya "raja kecil", namun sayangnya justru menyalahgunakan kepercayaan dengan dalih agama dan kekuasaan moral.

Lebih lanjut, GPK menyoroti minimnya regulasi dan pengawasan terhadap pesantren. Meski tercatat ada lebih dari 350 pondok pesantren di Kabupaten Magelang, masyarakat tidak mengetahui secara pasti mana yang memiliki legalitas resmi dari Kementerian Agama, dan mana yang tidak.

"Kurangnya sosialisasi dari Kemenag membuat masyarakat tidak bisa membedakan pesantren legal dan ilegal. Ini jadi celah bagi oknum tak bertanggung jawab," paparnya.

"Kalau dibiarkan, ini bisa jadi bola api yang membakar generasi. Harus ada regulasi jelas yang dibentuk oleh eksekutif dan legislatif, demi keselamatan para santri " tandasnya.

GPK juga mengapresiasi Pengadilan Negeri Mungkid dan Kapolres Magelang yang dinilai telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengawal jalannya kasus ini.

"Kami berterima kasih kepada PN Mungkid, terutama Ketua Pengadilan dan jajaran Kapolres. Saat banyak tokoh diam dan menutup mata, aparat hukum tetap membuka ruang keadilan bagi korban," tambahnya.

Namun demikian, mereka mengingatkan, bahwa vonis saja tidak cukup. Perlu perubahan sistemik dalam pengelolaan dan pengawasan pondok pesantren, agar tidak ada lagi kasus serupa yang menyayat nurani publik.

Komandan GPK itu juga berharap kasus kali ini yang terakhir. 

" Semoga ini yang terakhir, jangan sampai ada lagi santri yang jadi korban kekuasaan yang dibungkus jubah agama " ujarnya.

Dikesempatan yang sama, Kapolresta Magelang Kombes Pol Herbin Sianipar  S.I.K.S.H. menghimbau agar dalam senantiasa mematuhi hukum dalam segala hal.

"Kami dari kepolisian , khususnya kepada masyarakat untuk menjaga ketertiban dan mematuhi hukum jangan melanggar, seperti kali ini dalam prosesnya dapat berjalan aman dan lancar "ucap Kapolresta.

Beliau juga mengucapkan," Terimakasih kepada semua personilnya yang sudah melaksanakan tugas dengan baik, berkat kerjasama antara  masyarakat dan kepolisian, sidang putusan hari ini berjalan aman lancar dan kondusif" pungkasnya. (Ikh)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama