Tragedi Rumah Doa di Padang: Anak-Anak Jadi Korban, TII Desak Penegakan Hukum
ANEKAFAKTA.COM,Jakarta – Indonesia kembali diuji oleh peristiwa memilukan yang menodai wajah toleransi dan kebinekaan. Pada Sabtu, 27 Juli 2025, Rumah Doa milik Jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Padang diserang sekelompok orang tak dikenal.
Perusakan ini tak hanya menimbulkan kerugian materiil, tetapi juga meninggalkan luka mendalam, terutama bagi anak-anak yang menjadi korban dalam insiden tersebut.
Tangis dan ketakutan anak-anak yang berada di lokasi menjadi saksi bisu rapuhnya perlindungan terhadap hak beribadah di tanah air.
Insiden ini menuai sorotan tajam dari Christina Clarissa Intania, Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute (TII), yang mengecam keras aksi kekerasan itu,cKamis (31/7/2025).
"Ini adalah tindakan kriminal murni yang sama sekali tidak bisa ditoleransi. Selain melanggar hukum pidana, peristiwa ini jelas merampas hak asasi manusia untuk beribadah, yang merupakan hak konstitusional," tegas Christina.
Ia menekankan, jika terjadi perselisihan atau kesalahpahaman terkait kegiatan keagamaan, dialog di tingkat masyarakat harus menjadi langkah pertama. Hal ini sejalan dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006.
Aksi massa yang menyerang rumah ibadah, kata Christina, tergolong ujaran kebencian terbuka, dan motif apa pun tidak menghapus pertanggungjawaban pidana.
"Korban memiliki hak untuk melapor, dan kabarnya proses hukum sudah berjalan. Aparat harus memproses laporan ini secara sigap, teliti, transparan, dan adil," tambahnya.
TII yang sebelumnya melakukan studi kualitatif tentang aturan pendirian rumah ibadah pada 2024, menegaskan beberapa langkah strategis untuk mencegah konflik serupa di masa depan:
Revisi aturan izin pendirian rumah ibadah agar tidak diskriminatif dan multitafsir.
Mekanisme penyelesaian sengketa keagamaan yang jelas, komprehensif, dan mengikat.
Peningkatan perspektif HAM bagi aparat kepolisian dan TNI.
Optimalisasi peran FKUB dengan dukungan sumber daya memadai.
Kolaborasi multi pihak untuk memperkuat toleransi dan melindungi hak beragama.
Christina mengapresiasi langkah cepat Kementerian Agama yang telah mengecam peristiwa ini dan mengirimkan perwakilan ke Padang.
Namun, ia menegaskan pentingnya koordinasi berkelanjutan antara pemerintah daerah, kepolisian, Kemenag, dan FKUB agar konflik serupa tidak terulang.
"Kasus Sukabumi tahun lalu menjadi pelajaran berharga. Edukasi saja tidak cukup, penegakan hukum tegas harus sejalan dengan pembinaan, terlebih insiden ini sudah menimbulkan luka fisik dan trauma pada anak-anak," ujarnya.
Christina menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa penegakan hukum dan pemulihan hak korban adalah bukti komitmen negara dalam menjamin kebebasan beragama dan melindungi warganya dari tindakan intoleransi.
Tania/Red
Caption Foto:
Peneliti Hukum TII Christina Clarissa Intania mengecam keras perusakan Rumah Doa GKSI di Padang yang menyebabkan anak-anak mengalami luka dan trauma.
Posting Komentar