Jaringan Advokasi Tambang Tolak Omnibus Law Cipta Kerja Lubang Tambang Memakan Korban Lagi, Sudah 37 Nyawa Melayang

Jaringan Advokasi Tambang Tolak Omnibus Law Cipta Kerja

Lubang Tambang Memakan Korban Lagi, Sudah 37 Nyawa Melayang


Penolakan terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja juga dilakukan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur.

Alasannya, omnibus law ini malah akan memperbanyak lubang tambang batubara. Dikarenakan adanya pemberian insentif dan keistimewaan baru untuk ijin-ijin tambang batubara, tanpa mengenal batas wilayah konsesi. Sehingga akan semakin mendekati wilayah permukiman warga, dan berpotensi menciptakan lebih banyak lubang tambang baru.

Hal itu ditegaskan Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam Kaltim) Pradarma Rupang, dengan melihat fakta-fakta kian banyaknya nyawa yang melayang di lubang tambang batubara.

"Jatam Kalimantan Timur menolak omnibus law cipta kerja, karena akan memperbanyak lubang tambang dan menimbulkan kian bertambahnya nyawa melayang di lubang tambang batubara. Omnibus law itu akan berpotensi menciptakan lebih banyak lubang tambang baru," tutur Pradarma Rupang, Sabtu (22/02/2020).

Buktinya, diungkapkan Pradarma Rupang, kini terjadi lagi peristiwa tewasnya warga di lubang tambang batubara. Sepanjang advokasi yang dilakukannya, Pradarma Rupang menyampaikan sudah menjadi 37 orang meninggal dunia karena kecelakaan di lubang tambang batubara.

"Kini sudah 37 nyawa korban melayang di lubang tambang batubara. Peristiwa seperti ini dikhawatirkan akan terus terjadi di Kalimantan Timur. Untuk itu, kami menyatakan menolak omnibus law cipta kera, dan mendesak adanya proses hukum kepada perusahaan yang membiarkan lubang tambang. Juga mendesak Gubernur untuk dijatuhi sanksi, karena lalai dalam menjalankan tugasnya," tutur Pradarma Rupang.

Dia mengungkapkan, pada Jumat 21 Februari 2020, seorang pemuda bernama Bayu Setiawan (21 tahun) tenggelam di lokasi yang diduga adalah lubang tambang  PTCahaya Energi Mandiri (CEM).

Kronologisnya, tenggelamnya Bayu disaksikan oleh kedua rekannya Muhammad Lutfi (19) dan Febri Sudarnanto (15). Lokasi kejadian berada di Jalan Kalan Luas, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang.

Pada Pukul 14.00 WITA, ketiga pemuda ini tiba dilokasi tambang PT CEM untuk melakukan kegiatan mancing.  Mereka memancing dengan menaiki perahu.

Pukul 18.25 WITA, jelang Magrib, ketiganya memutuskan untuk pulang. "Namun niat untuk pulang terhambat, karena perahu tersangkut di batang pohon. Akhirnya mereka bertiga memutuskan berenang untuk menuju tepi lubang  tambang," tutur Pradarma Rupang.

Sekitar jarak 30 meter dari tepi, Muhammad Lutfi dan Bayu Setiawan mendadak lemas. Febri mencoba menolong keduanya. Sambil berenang, Febri menarik tangan keduanya. Tiba-tiba mendekati jarak 15 meter dari tepi lubang tambang tangan Bayu terlepas.

"Tim Jatam Kaltim yang meninjau lapangan mendapati di lokasi tidak terlihat adanya Papan Informasi  atau Pengumuman yang menjelaskan lokasi ini adalah wilayah yang berbahaya untuk dimasuki. Juga tidak terpasang pagar pembatas, serta tidak ada ada Petugas dan Pos jaga," terang Pradarma Rupang.

Tenggelamnya Bayu Setiawan menambah catatan kelam kasus lubang tambang yang terjadi di Kaltim. Kini bertambah menjadi 37 korban jiwa. Yang mayoritas korban adalah anak-anak.

"Saat kami menginformasikan peristiwa ini, jasad Bayu masih belum ditemukan. Proses evakuasi oleh tim SAR masih berlangsung," jelas Pradarma Rupang.

Rupang menjelaskan, warga Samarinda yang tenggelam di lubang tambang PT CEM ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada 23 Mei 2015, Almarhum Ardi ditemukan tewas mengapung di lubang tambang perusahaan yang sama.

Namun nasib penyelesaian atas kasus yang dialami Ardi jalan di tempat. Tak ada perkembangan. Bahkan pelimpahan berkas perkara ke tingkat lanjutan yaitu  pengadilan negeri pun tidak terjadi.

"Hingga hari ini pihak keluarga Ardi masih menanti tindak lanjut penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian  kaltim atas matinya anak mereka," imbuhnya.

Pradarma Rupang menegaskan, sudah saatnya Gubernur Kalimatan Timur Isran Noor bertindak. Jangan sampai tutup mata dan membiarkan warga mati sia-sia karena lubang tambang yang terus menganga dan menanti korban baru.

"Saatnya sikap tegas Isran Noor dinanti. Apakah pemimpin Kaltim ini kembali menyalahkan orang tua korban atau sebaliknya menindak tegas PTCEM,  serta para bawahannya di Provinsi Kaltim yang alpa melakukan tanggung jawab pengawasan di lapangan?" katanya.

Menurutnya, cara-cara kompromi Gubernur Isran Noor dan Pemerintahan Jokowi terbukti selama ini tidak bisa menyelesaikan. Yang terjadi malah korban terus berjatuhan dan kerusakan lingkungan semakin terus meluas dan bertambah banyak.

Oleh karena itu, Pradarma Rupang menyatakan, Jatam Kaltim mendesak Presiden Jokowi, Gubernur Kaltim Isran Noor, Komnas HAM serta Polda Kalimantan Timur untuk melakukan langkah-langkah tegas atas persoalan itu.

Pradarma Rupang mendesak agar pemerintah segera mencabut  Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Cahaya Energi Mandiri, yang telah melakukan pembiaran serta abai terhadap kewajibannya sebagai pemegang ijin.

"Dimana seharusnya PTCEM selaku pemegang IUP memprioritaskan keselamatan masyarakat sekitar," katanya.

Pemerintah, lanjut Rupang, harus mempidanakan PT CEM, karena kelalaiannya mengakibatkan hilangnya nyawa manusia. Serta tidak dilaksanakannya kewajiban pemulihan lingkungan, baik reklamasi dan penutupan lubang tambang seperti yang di atur oleh UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan PP No.78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan pasca tambang.

"Mendesak kepada aparat penegak hukum untuk lebih transparan kepada publik dan memberikan pemberitahuan perkembangan penyelidikan dan penyidikan kasus lubang tambang kepada keluarga korban," lanjutnya.

Pradarma Rupang juga menyerukan agar dihentikan pemberian perpanjangan IUP bagi perusahaan-perusahaan bermasalah.

Pradarma menyampaikan, Jatam Kaltim menemukan banyak pemegang ijin tambang yang tidak menjalankan kewajiban pemulihan dan penutupan lubang tambang.

"Kewajiban reklamasi dan pasca tambang hanyalah hoax kok. Laju pembukaan lubang tambang tak sebanding dengan progress penutupan dan pemulihan lingkungan pasca tambang," jelasnya.

Selanjutnya, perlu dilakukan audit kepada seluruh perusahaan pertambangan batubara yang meninggalkan lubang tambang  bermasalah. Dan menimbulkan pelanggaran HAM, dengan cara Komnas HAM mengirimkan surat kepada Presiden, Menteri ESDM dan Menteri Lingkungan Hidup.

"Harus dilakukan evaluasi terhadap seluruh ijin tambang yang ada di Kalimantan Timur," ujarnya.

Jatam Kaltim juga meminta agar kewenangan Reklamasi dan Pasca Tambang juga pengawasannya ditarik dari kewenangan Kementerian ESDM. Dan sebaiknya diberikan kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Komnas HAM.

Pradarma Rupang mendorong dilakukannya moratorium ijin tambang dan penurunan produksi batubara secara nasional. Untuk mengurangi daya rusak pada lingkungan hidup dan pelanggaran HAM.

"Komnas HAM juga perlu mengkaji kemungkinan meletakkan kasus anak-anak yang tewas di lubang tambang sebagai pelanggara HAM berat," ujarnya.

Komnas HAM mesti berkirim surat agar dilakukannya penciutan dan pencabutan ijin-ijin tambang yang berada di pemukiman penduduk.

"Dan semakin bahaya, karena pemerintah mendorong omnibus law Cipta Kerja yang memberi insentif dan keistimemewaan baru ijin-ijin tambang batubara. Tanpa mengenal batas wilayah konsesi. Sehingga akan semakin mendekati wilayah pemukiman warga dan berpotensi menciptakan lebih banyak lubang tambang baru. Ini sangat tegas kami tolak. Kami menolak Omnibus Law Cipta Kerja," pungkas Pradarma Rupang.JON/Red

Post a Comment

أحدث أقدم