Masyarakat Tak Rela POLRI Miliknya Dicederai
JAKARTA,ANEKAFAKTA.COM
Sorotan kepada Polri terkait terungkapnya kasus-kasus kriminal yang melibatkan oknum Polri akhir-akhir ini hendaklah dimaknai bahwa masyarakat tidak rela Polri sebagai miliknya dicederai.
"Mulai dari yang biasa-biasa saja sampai kepada kritik pedas dan tajam, itulah pertanda masyarakat merasa Polri milik mereka," kata Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Komunikasi Kepolisian (PUSKOMPOL), Suryadi, M.Si di Jakarta, Ahad (25/10/20).
Sebagaimana tersiar lewat berita-berita di media, akhir-akhir ini sejumlah kasus tergolong kriminal terungkap melibatkan oknum polisI, menjadi sorotan publik.
Sebut saja, antara lain mereka yang terlibat dalam
1. Kasus Djoko S. Tjandra.
2. "Pemajakan" para pengusaha kecil jamu di Cilacap (Jateng).
3. Penggunaan helikopter untuk membubarkan massa demonstrasi di Kendari, Sultra, dan
4. Yang teranyar oknum Brimob diduga terlibat jual-beli senjata api di Papua.
Sejauh kritik itu proporsional dan tidak meluas bermaksud untuk menjatuhkan institusi Polri dan pejabatnya, kata Suryadi, sebaiknya dihikmahi saja sebagai bentuk rasa memiliki dari masyarakat.
Bentuk-bentuk menghikmahi itu pun, lanjutnya, sebenarnya sudah dibuktikan secara konkret lewat tindakan hukum yang sama seperti memperlakukan orang sipil lainnya.
Langkah-langkah konkret itu, akan menjadi lebih efektif bila dimaknai dengan komunikasi yang lebih memadai dalam rangka publikasi yang efektif untuk membangun pemahaman yang baik pada masyarakat.
Komunikasi memadai itu hendaklah pula diterjemahkan sebagai komunikasi yang mampu menumbuhkan dialog dalam diri setiap anggota masyarakat.
"Dengan begitu, masyarakat terbangun mekanisme seleksi mandiri pada masyarakat dan mereka akan menjadi lebih dewasa dan jeli melihat mana yang patut diamini dan mana pula yang sekadar asal bunyi. Polri sangat berkepentingan dengan kemajuan masyarakat yang seperti itu," kata Suryadi.
Ia menunjuk contoh konkret bagaimana yang terjadi pada pro-kontra masyarakat dalam kasus yang memaksa polisi harus menangkap aktivis pekan lalu.
Wakil Sekjen Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) pusat itu juga mengingatkan Polri, bahwa di masyarakat saat ini budaya omong-omong masih jauh lebih berkembang ketimbang membaca mendalami. Hal serupa ini masih merupakan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat bahkan terjadi pada kelas menengah dan atas
Kebiasaan serupa itu, lanjutnya, hendaklah disikapi proporsional. Apalagi, sangat mungkin hal itu suatu kebiasaan yang telat dikendalikan dari budaya bertutur pada anak bangsa ini di masa lalu.
"Jika tidak terakomodasi secara baik, ditambah lagi dengan munculnya teknologi yang dianggap lebih mampu mengakomodasi dengan sekejap "lewat jari", ya jadilah berkembangnya ke arah yang tidak menguntungkan," kata Suryadi.
Ia memuji institusi Polri yang telah konkret memberi bantuan "wifi" bagi para orangtua yang anak-anaknya (pelajar) yang masih harus belajar dari rumah dengan fasilitas dalam jaringan (daring) selama masih berkembangnya virus covid19.
Kesempatan itu, lanjutnya, menjadi momen yang baik bagi para anggota Polri di lini terdepan untuk mengedukasi dalam bentuk langsung praktik bagaimana bermediasosial yang efektif, beretika, jauh dari menyakiti orang lain, dan bermanfaat bagi orang banyak.
Red/anekafakta.com

إرسال تعليق