Catatan Penelitian Kampung Budaya Silat Beksi Petukangan



Catatan Penelitian Kampung Budaya Silat Beksi Petukangan



Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT dan Sholawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. 
Alhamdulillah, pada hari Kamis tanggal 09 Desember tahun 2021, peneliti ditemani kerabat peneliti yaitu saudara Abdul Aziz, telah melakukan silaturahmi dalam rangka menggali informasi untuk mendapatkan data yang terkait dengan "Silat Beksi Dan Tradisi Rosulannya". 
Demikian ungkap Muhajir selaku Dosen Unindra Jakarta yang sedang melakukan penelitian untuk menyandang Strata 3 disalah satu Perguruan Tinggi Jakarta masih dalam proses.
Dijelaskannya bahwa pada penelitian ini data yang peneliti dalami bersumber dari jalur nasab (keturunan secara darah) dan sanad (keturunan secara keilmuan) tokoh beksi, hal ini menjadi penting bagi peneliti untuk mendapatkan keakuratan data di lapangan. 
"Penelitian tentang tradisi rosulan beksi yang syarat dengan nilai karakter dapat terlihat ketika peneliti secara langung melakukan interaksi kepada sumber-sumber penelitian," jelasnya.
Ditegaskannya bahwa silaturahmi yang peneliti lakukan ialah melakukan wawancara dengan; Bang Jampang bin Jamal bin Mat Roobin bin H. Godjalih, merupakan cicit dari H. Godjalih dan Bang Edi selaku suami dari Mpok Tuti binti Usman bin Minggu. 
"Secara nasab dan sanad Bang Edi adalah cucu mantu dari tokoh silat beksi Mandor Minggu, sekarang beliau beliau menjadi guru beksi Mandor Minggu," tegasnya.
Menurutnya bahwa dari kedua sumber diatas banyak informasi yang peneliti dapatkan terkait beksi dengan tradisi rosulannya. Beberapa point yang peneliti dapatkan sebagai berikut; Secara historis, beksi di Petukangan telah berlangsung lama dan bahkan sudah berada di jaman penjajahan. H. Godjalih merupakan tokoh/pelopor masuknya silat beksi di Petukangan, setelah beliau berguru dari Ki Murhalli, Lie Tjeng Ok, Kumpi Djidan di kampung Dadap, Tangerang Banten. Kemudian, H. Godjalih mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya generasi awal yaitu H. Hasbullah, Kong Simin, Mandor Minggu, Kong Noer. Selanjutnya untuk mematangkan ilmu beladiri, murid-murid awal H. Godjalih membawa mereka (H. Hasbullah, Kong Simin, Mandor Minggu, Kong Noer) ke kampung Dadap untuk dapat bimbingan langsung dari Ki Murhalli, Lie Tjeng Ok dan Kumpi Djidan. 
"Dengan perjuangan merekalah (H. Godjalih, H. Hasbullah, Kong Simin, Mandor Minggu, Kong Noer) silat beksi berkembang di Betawi khususnya Petukangan," tuturnya.
Dalam proses pengajaran beksi H. Godjalih tidak pernah pandang bulu, artinya semua orang yang mau belajar pasti akan diajarkan seni bela diri beksi. Pembelajaran beksi diawali dengan runtut, artinya pembelajaran beksi diajarkan secara bertingkat yakni dari tingkat dasar sampai tinggat yang tertinggi. 
Hal yang luar bisa disampaikan oleh Bang Edi yang mengartikan beksi dengan arti "Berbaktilah Engkau Kepada Sesama Insan". 
"Maka diwejawantahkan makna tersebut dangan tidak dipungut bayaran bagi siapa saja yang mau belajar (geratis)," tandasnya.
Ditambahkannya bahwa prosesi mandi kembang sebagai awal para murid bergabung dalam silat beksi. Yang selanjutnya proses mandi kembang itu dikenal dengan istilah rosulan. Manfaat mandi kembang salah satunya adalah dalam rangka sarana pembersihan diri dengan mencuci muka, tangan dan kaki.sehingga dengan demikian prosesi tersebut akan menghadirkan rasa dekat dengan Tuhan. Oleh karenanya murid jadi lebih paham dalam mencerna ilmu beksi dan tentunya akan berdampak pada perilaku murid-murid dalam kehidupan sehari-hari. 
"Bimbingan dan arahan berupa nasihat ataupun pendampingan selalu dilakukan oleh para guru dalam pembentukan karakter yang baik seperti; taat beragama, menghormati orang tua, suka membantu teman, sehingga tak heran para murid memiliki pribadi yang baik," imbuhnya.

Aziz/Red

Post a Comment

أحدث أقدم