Penggiat Demokrasi, Desak KPK Dalami Keterlibatan Muktabar, dan Zaki Iskandar Dalam Kasus Pagar Laut : Masa Hanya Kades Kohod Saja Dijadikan Tersangka..?



Penggiat Demokrasi, Desak KPK Dalami Keterlibatan Muktabar, dan Zaki Iskandar Dalam Kasus Pagar Laut : Masa Hanya Kades Kohod Saja Dijadikan Tersangka..?


Jakarta,- Anekafakta.com

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan pihaknya menghentikan dan menyelesaikan investigasi pagar laut yang berlokasi di Tangerang, Banten. Penghentian tersebut seiring dengan penetapan empat tersangka oleh Bareskrim Polri yakni Kades Kohod, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua penerima kuasa Septian Prasetyo dan Candra Eka, dari Septian Wicaksono Law Firm.

Ke-empat tersangka sudah ditahan Bareskrim Polri sejak Senin malam, 24 Februari 2025

Selanjutnya KKP menjatuhkan sanksi administrasi berupa denda Kepada Kepala Desa Kohod, Arsin sebesar Rp 48 miliar.

"Saat ini sudah dikenakan denda sebesar Rp 48 miliar sesuai dengan luasan dan ukuran,". kata Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, beberapa waktu lalu.

Penghentian investigasi kasus Pagar Laut Tangerang oleh KKP mendapatkan sorotan sejumlah pihak karena KKP seharusnya bisa mengungkap lebih jauh aktor yang berperan dalam pemagaran laut illegal tersebut.

Peserta rapat kerja yakni anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Daniel Johan menanyakan tujuan seorang kades membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer. Ia juga mempertanyakan alasan Kades Kohod ditetapkan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut.

"Pemahaman kita, Kades Kohod itu ditahan karena memalsukan dokumen. Saya tidak mendengar karena memasang pagar laut," kata Daniel saat itu.






Sementara Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati juga menilai ada kejanggalan karena tidak mungkin seorang kades dan staf membiayai pembangunan pagar laut yang terbentang hingga puluhan kilometer itu tanpa ada pihak lain sebagai pendonor.

Susan Herawati juga menanyakan tidak adanya sanksi dari KKP untuk pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang yang berada di bawah Kementerian ATR/BPN. Menurut Susan, pejabat pemerintah pasti ikut berperan menerbitkan SHGB di atas laut. Susan menilai investigasi KKP seharusnya mengungkap peran mereka.

Senada dengan Sekjen KIARA Susan Herawati, Pemerhati Masalah Sosial dan Demokrasi Petrus Herman asal Kota Tangerang juga mempertanyakan, mengapa hanya 4 orang yang dijadikan tersangka..?.
" Mana mungkin hanya seorang Kades yang berperan, sementara pejabat aparatur diatasnya, seperti Camat, Bupati serta wakil wakil rakyat di DPRD Kabupaten Tangerang Khususnya, tidak mengetahui, soal adanya kasus 
yang sangat viral ini"?.

Bahkan menurutnya, diduga PJ.Gubernur  Banten juga terlibat dalam perijinan PSN PIK 2.
Kami masyarakat janganlah dibodohi...!!
"Sebelumnya, kita kan tau, pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 km yang mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan, dengan disusul penerbitan hak atas tanah di sepanjang pagar laut yang berdiri di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang berupa 263 hak guna bangunan (HGB) seluas 390,7 Ha dan 17 bidang hak milik (SHM) seluas 22 Ha, tentunya ada pihak pihak yang berkepentingan, lalu kemudian membiayai kepentinganya ungkap Herman.

Lebih lanjut, menurutnya "Tindakan sepihak Penjabat (Pj.) Gubernur Banten yakni Al-Muktabar yang mengusulkan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di wilayah PIK 2 Kab. Tangerang. Tindakan ini diduga karena Proyek Strategis Nasional (PSN) Pariwisata Tropical Coastand di PIK 2 Kab. Tangerang harus dipertanyakan tukas Herman.

Seperti sudah diberitakan, Nusron Wahid selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkap bahwa 1.705 Ha yang ditetapkan sebagai PSN, 1.500 Ha diantaranya merupakan kawasan hutan lindung.

Alih-alih Pemprov Banten melakukan pelindungan terhadap hak atas ruang hidup dan ekologi sebagaimana mandat dari Konstitusi, justru mantan Pj. Gubernur Banten yakni Al-Muktabar diduga kuat terlibat kepentingan dengan pengusaha PIK 2 untuk mengusulkan perubahan fungsi hutan lindung tersebut.

Keterlibatan ini terungkap setelah publik mengetahui bahwa di tahun 2023, Al-Muktabar mengeluarkan surat nomor 000.7.2./3526-BAPP/2023 perihal dukungan untuk pengusulan PSN yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yakni Airlangga Hartarto dan adanya perjanjian antara Al-Muktabar dengan direksi PT. Intan Mutiara Permai yang merupakan anak perusahaan PT. Agung Sedayu Group.

Bak gayung bersambut, Pemerintah Pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kemudian menetapkan PIK 2 sebagai PSN Pariwisata Tropical Coastand berdasarkan Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Tidak cukup sampai disitu, Pemprov Banten melalui Al-Muktabar kembali melakukan akrobasi hukum dengan menerbitkan surat nomor B.00.7.2.1/1936/BAPP/2024 pada tanggal 25 Juli 2024 yang ditujukan kepada Perum Perhutani dan Kementerian Kehutanan tentang pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi.

Atas tindakan Al-Muktabar tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Prov. Banten Wawan Gunawan dan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Prov. Banten beramai-ramai menyampaikan tidak pernah dilibatkan dengan pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi tersebut.

Atas temuan-temuan tersebut, seharusnya ada pandangan sebagai berikut:

Pertama, tindakan pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi yang dilakukan oleh mantan Pj. Gubernur Banten yakni Al-Muktabar merupakan bentuk abuse of power dari Pj. Gubernur Banten yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan pemerintah daerah yang bersifat strategis. Sedangkan, Pj. Gubernur sendiri memiliki kewenangan yang relatif terbatas dibandingkan Gubernur definitif dalam mengambil atau membuat keputusan-keputusan yang strategis sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, Dan Penjabat Wali Kota serta Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di Kabupaten Tangerang dalam rencana tata ruang wilayah Prov. Banten merupakan kebijakan yang bersifat jangka panjang karena akan sangat berimplikasi terhadap kondisi ekonomi, ekologi, sosial dan kultural di wilayah Kabupaten Tangerang.

Pengambilan keputusan yang diduga kuat merupakan kolusi antara pejabat dengan pengusaha.
Diisi lain, Al-Muktabar telah menjadi Pj. Gubernur Prov. Banten untuk ketiga kalinya, dimana hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 4 tahun 2023 yang menyebutkan "Masa jabatan Penjabat Gubernur 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun berikutnya dengan orang yang sama atau berbeda".

Kedua, Pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di Kabupaten Tangerang dalam rencana tata ruang wilayah Prov. Banten yang dilakukan oleh mantan Pj. Gubernur Banten yakni Al-Muktabar terbukti tidak dilakukan secara partisipatif secara khusus melibatkan warga yang berpotensi akan terdampak kebijakan tersebut. Hal ini bertentangan dengan perencanaan tata ruang yang diatur dalam PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang.

Sepatutnya, berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Pasal 2 & 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemprov Banten dan Pemerintah Pusat melakukan kebijakan berdasarkan partisipasi yang bermakna dan melakukan perlindungan lingkungan hidup.

Ketiga, Pembangunan sejatinya harus dimaknai secara inklusif dengan memasukkan kesejahteraan manusia dan lingkungan sebagai komponen penting kalkulasinya (degrowth).

Sehingga, kerugian yang dialami manusia dan alam bisa diminimalisir, sedangkan Proyek PIK 2 ini merupakan wujud dari rakusnya perampasan ruang hidup warga dan memunculkan berbagai pelanggaran HAM mulai dari intimidasi, penggusuran paksa, perampasan lahan, dan kerusakan lingkungan yang parah dari adanya proyek pembangunan secara besar-besaran (pembangunan-isme).

Jika perubahan fungsi dilakukan tanpa kajian lingkungan yang memadai, maka dapat bertentangan dengan Pasal 18 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mewajibkan perlindungan lingkungan hidup dalam pengelolaan sumber daya alam.

Selain itu, adanya potensi kerusakan terhadap kawasan hutan lindung, pembangunan PSN PIK 2 juga berdampak terhadap sawah eksisting di Prov. Banten yang berpotensi menyusut sebesar 5%.

Hasil audit BPN dari luas baku sawah Banten tercatat seluas 204.000 Ha. Sedangkan menurut SK ATR/BPN, sawah eksisting tercatat seluas 154.000 Ha, hal tersebut berarti terdapat deviasi secara merata sebesar 5%.

Faktor penyusutan sawah tersebut terjadi lantaran ada sejumlah pengembang perumahan hingga pergudangan mengabaikan pola ruang di Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Penetapan status PSN PIK 2 yang berdampak pada perampasan ruang hidup warga, dan melahirkan berbagai bentuk pelanggaran HAM;
Pemerintah 
Provinsi Banten untuk mencabut Surat Nomor B.00.7.2.1/1936/BAPP/2024 tertanggal 25 Juli 2024 tentang pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi serta menghentikan segala dukungan untuk memperlancar proyek PSN PIK 2;
Menteri Kehutanan untuk menolak pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di Kabupaten Tangerang Banten;

Kepala Ombudsman RI dan Ketua KPK RI untuk melakukan investigasi ulang terhadap dugaan tindakan maladministrasi dan tindak pidana korupsi yang terkait dengan pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di Kabupaten Tangerang Banten yang dilakukan (Pj)Al-Mukhtabar, jangan hanya 4 orang yang dijadikan tersangka, padahal mereka hanyalah eksekutor dilapangan, sementara aktor dalang dan pengusaha yang bermain dan memiliki kepentingan di balik 
Pemagaran laut ini, tidak tersentuh oleh Hukum pungkasnya.

Editor: D.Wahyudi

Post a Comment

أحدث أقدم